Cari Blog Ini

Lokasi: Komplek Joglo Tumiyono, Bayat, Klaten (Dokumen pribadi) Halo, teman-teman dunia maya yang suka membaca dan menulis. Saya anggap tema...

Dunia Menulis, Serunya Berteman dengan Buku dan Pena

Joglo Tumiyono, Bayat, Klaten
Lokasi: Komplek Joglo Tumiyono, Bayat, Klaten
(Dokumen pribadi)

Halo, teman-teman dunia maya yang suka membaca dan menulis. Saya anggap teman-teman yang membaca tulisan ini suka kedua hal tersebut. Tentu saja. Kalau hanya pengguna dunia maya dan sedang mencari artikel-artikel tertentu, teman-teman tidak akan menyambangi tulisan ini. Agak memaksa ya, hahaha…


Ini bukan tulisan yang berisi informasi tertentu seperti sebelum-sebelumnya. Tiba-tiba, saya ingin menulis saja. Menceritakan sedikit pengalaman saya menyukai dunia penulisan. Bahwa ternyata, dunia menulis itu seru, penuh tantangan, dan pembelajaran, khususnya untuk diri sendiri. 


Menyukai Menulis Sejak Sekolah Dasar

Pertama kali saya merasa suka menulis adalah sejak Sekolah Dasar (SD). Dahulu, tulisan tangan saya bagus (GR sedikit tidak apa-apa ya) jika dibandingkan teman-teman sekelas. Jadi, saya dijadikan sekretaris kelas selama beberapa tahun. Susahnya jadi sekretaris adalah harus siap jika guru meminta untuk menulis di papan tulis (dahulu masih menggunakan kapur putir). 


Ketika teman-teman yang lain selesai menulis, saya harus menulis lagi di buku. Memang kerja dua kali, tapi saya tidak keberatan. Saya suka ketika pena saya menari indah di atas kertas putih. Nah, kelas 6 SD, saya mulai menulis diari di sebuah buku kecil dengan garis-garis kecil dan rapat. 


Kegiatan menulis diari ini berlanjut ketika saya masuk Madrasah Tsanawiyah (MTs). Saya masuk di madrasah yang berbeda dengan teman-teman. Satu desa, hanya saya yang sekolah di madrasah tersebut. Pulang-pergi sendiri menempuh jarak tiga kilometer, dan jiwa menulis saya kembali muncul. Saya membeli buku berwarna-warni (ini lebih seperti diari sungguhan). Buku tersebut bertahan sampai saya lulus Madrasah Aliyah (MA). 


Mengenal Tere Liye dan Karyanya

Bidadari-Bidadari Surga adalah karya Tere Liye pertama yang saya baca. Jujur saja, saat itu saya tidak terlalu paham dengan sudut pandang yang digunakan dalam cerita (saya masih kelas XII). Tapi toh novel tersebut sanggup membuat saya merinding dan meneteskan air mata. Saya pun tidak tahu Tere Liye ini nama apa.


Ketika media sosial mulai banyak digunakan, terutama Facebook, barulah saya tahu bahwa Tere Liye adalah seorang penulis terkenal. Saya mengikuti halaman yang Bang Tere buat dan sering membaca quote-quote dari novelnya yang dia posting. Saya pun lebih banyak membaca karya Tere Liye. Dari sana, saya punya keinginan untuk menjadi penulis. Diari tetap jalan, ditambah menulis di media sosial ala-ala pujangga yang sok puitis dengan kalimat berima. 


Bisa dikatakan, Tere Liye adalah role model saya dalam menulis. Walaupun saya tidak bisa seperti dia. Saya suka membaca novelnya, berbobot, sarat dengan kritik sosial dan politik, menggelitik dan selalu ada pesan tersembunyi. Bahkan, saya menggunakan salah satu novelnya sebagai bahan utama penelitian skripsi. 


Pertemuan Tidak Sengaja dengan Indscript Creative 

Di suatu siang yang cerah saat sedang gabut, saya berselancar di Facebook. Tidak sengaja, saya menemukan pamflet tentang webinar menulis (webinar yang diselenggarakan Indscript Creative di tanggal 3 setiap bulan). Saat itu, pandemi belum sepenuhnya usai. Karena gratis, sedang tidak ada kerjaan, kuliah juga sudah selesai, saya tertarik dan mendaftar.


Di sana, saya mengenal Teh Indari Mastuti, dan Mbak Leni Nurindah. Beberapa hari setelah pelaksanaan webinar, saya ditawari ikut program beasiswa pilihan. Di program ini, peserta harus menulis maksimal 300 kata sesuai tema yang sudah ditentukan di setiap minggunya. Hasilnya berupa buku antologi. Maka, mulailah saya masuk dunia menulis yang sesungguhnya. 


Selesai mengikuti program beasiswa penulis pilihan, saya ganti mengikuti program ODOA (One Day One Article) yang juga diselenggarakan oleh Indscript Creative. Saya belajar menulis satu artikel minimal 500 kata setiap hari sesuai tema yang ditentukan. Artikel juga harus menggunakan bahasa yang baik dan benar serta mengandung kata kunci. Maka, selanjutnya yang terjadi adalah terciptanya blog ini dan akun kompasiana. 


Buku dan pena saya pun berganti, dari yang manual menjadi digital. Manual masih tetap jalan, sampai saat ini. Ada sensasi tersendiri ketika saya menulis di buku diari. Tentu saja, saya sudah tidak merasa kalau tulisan tangan saya bagus seperti waktu SD. Malah cenderung jelek dan asal-asalan. Saya terinspirasi dari tulisan dokter yang tidak bisa dibaca semua orang. Ups. 


Dunia menulis pun saya rasakan semakin seru. Saya bisa menuliskan semua perasaan yang terkadang tidak bisa saya katakan. Saya belajar hal-hal baru di berbagai bidang lalu menuliskannya. Terkadang, ada pula yang meminta saya menulis untuk pekerjaan. Perlahan, saya belajar tentang dunia blog yang sudah lama saya idamkan. 


Jadi, jangan ragu untuk menulis. Apa saja. Dari dunia menulis, kita belajar untuk jujur terhadap diri sendiri, dan untuk bertanggung jawab terhadap apa yang kita lakukan. Seru, bukan?



0 comments: