![]() |
Ilustrasi cerita |
Tidak ada yang lebih menyenangkan dibanding dengan menghirup udara segar, tanpa polusi, dengan suasana yang tenang. Setidaknya itulah arti menyenangkan menurut gadis berjilbab hijau tosca yang sedang duduk di pinggir danau. Langit yang biru dengan sapuan awan putih tipis, gunung yang elok di seberang danau, dan yang tak kalah indah adalah danau yang berwarna hijau nan jernih.
Gadis itu menyenderkan ransel di sebelahnya. Dia tidak melakukan apa-apa, hanya duduk dan diam. Memandangi pemandangan alam dan beberapa manusia yang ada di sekitarnya. Seorang anak kecil berusia sekitar delapan tahun asyik bercakap-cakap dengan kedua orang tuanya. Sesekali, sang ibu menyuapkan buah yang sepertinya sudah dipersiapkan dari rumah. Ayahnya lalu mencubit pipi anaknya yang gembul. Gadis berjilbab hijau tosca itu tersenyum tipis.
Di pinggir danau yang lain, seorang musisi jalanan sedang memainkan sebuah lagu dengan biolanya. Suaranya merdu, namun lagu yang dimainkan terkesan sendu dan menyayat hati. Biola adalah alat musik kesukaannya. Karena saat mendengar biola digesek, gadis berjilbab hijau tosca bisa merasakan sensasi aneh yang menelusup dalam hatinya. Beberapa orang mengerubungi musisi jalanan tersebut. Beberapa orang memberikan uang receh dalam wadah biola. Musisi itu menutup matanya, tidak peduli dengan berapa banyak uang yang ia terima. Ia fokus menghayati permainan biolanya.
Gadis berjilbab hijau tosca masih diam. Masih memandangi beberapa orang yang lalu lalang di depan. Sepasang muda-mudi yang saling bergandengan tangan, seorang laki-laki yang mengalungkan kamera di lehernya, dan kapal kecil yang melaju di atas danau. Tiba-tiba senyum tipis itu hilang dari wajahnya. Gadis berjilbab hijau tosca itu ingat dengan jelas apa yang membawanya sampai ke sini.
***
Alasan pertama, Dia merasa sendiri. Bukan, Dia bukan sebatang kara. Dia punya orang tua dan saudara laki-laki. Ayah, ibu, kakak, dan iparnya masih tinggal serumah dengannya. Seharusnya rumah itu ramai. Benar, rumah itu memang ramai, tapi tidak bagi gadis berjilbab hijau tosca. Baginya, rumah itu sepi.
“Ayo makan bareng, tadi kakak beli ayam geprek kesukaanmu.” Kata kakak iparnya di suatu malam minggu yang gerimis.
“Asyik, ada ayam geprek, siap-siap makannya nanti khilaf semua.” Celoteh Dia.
Di hari lain, kakaknya bertanya.
“Besok mau ikut ke rumah Syafa nggak? Luna sama Azam juga ikut.” Syafa dan Luna adalah sepupu Dia, sedangkan Azam adalah suami Luna. Syafa ikut suaminya di kota sebelah, dan mereka biasa berkunjung ke sana untuk menginap semalam.
“Enggak ah, aku di rumah aja, ada film bioskop yang aku tunggu-tunggu.” Kata Dia.
“Yakin enggak mau ikut?” Kata kakaknya lagi.
“Enggak ah.” Dia tegas mengatakan tidak. Walau sebenarnya film bioskop yang dimaksud hanya alasan saja. Dia hanya ingin sendiri.
![]() |
Ilustrasi cerita |
Lamunan gadis berjilbab hijau tosca itu buyar ketika seorang wanita paruh baya mendadak minta izin duduk di bangku sebelahnya. Semakin matahari naik, tempat itu mulai dipadati pengunjung. Dia menggeser ranselnya agar wanita paruh baya itu bisa duduk.
***
Alasan kedua, Dia merasa sendiri. wanita yang duduk di sebelahnya menelepon seseorang. Dia tidak mengerti apa yang dikatakan wanita di sampingnya karena menggunakan bahasa lokal. Gadis berjilbab hijau tosca itu kembali berpikir ke masa lalu.
Tidak, Dia sungguh tidak sendiri. Dia mempunyai banyak teman. Teman sekolah, teman bekerja, teman organisasi, dan teman kuliah. Namun, dari sekian banyak teman yang Dia kenal, hanya ada tiga orang yang sungguh dekat dengannya. Sayangnya, ketiga temannya sudah mempunyai dunianya sendiri-sendiri, dan Dia tidak ingin mengusik dunia mereka.
Wanita yang duduk di sampingnya beranjak berdiri. Terlihat seorang wanita yang sepertinya seumuran datang dan menghampiri. Mereka pergi bersama sambil berbincang ringan dengan senyum lebar. Lihat, wanita paruh baya itu pun punya seorang teman yang bisa diajak berbagi cerita.
“Wah, kok kita bisa pakai kerudung samaan sih, padahal enggak janjian lho” Kata Neta saat Dia dan Susi berpetualang ke salah satu tempat di ibu kota. Mereka bertiga memang sering menghabiskan waktu libur dengan bepergian bersama. Mengunjungi berbagai tempat baru.
“Cie… kayaknya kita sehati deh” Celetuk Susi meramaikan suasana. Jika sudah seperti itu, mereka tidak akan berhenti bercerita di sepanjang perjalanan. Maka, perjalanan berjam-jam yang melelahkan pun terasa menyenangkan.
Namun, itu dulu. Lihatlah, gadis berjilbab hijau tosca itu masih duduk diam di bangku pinggir danau. Matahari semakin naik. Namun, udara tetap terasa hangat untuk Dia yang terbiasa hidup di negara tropis. Perutnya mulai terasa lapar. Tetapi Dia masih enggan beranjak dari tempat duduknya.
***
Alasan yang ketiga masih tetap sama. Dia merasa sendiri, karena itulah Dia ada di negara ini. Mencoba melarikan diri dari hidupnya yang sebenarnya? Bukan, lebih tepatnya, Dia mencoba bersembunyi dari dunia. Dia, adalah gadis yang bersembunyi dari dunia. Perasaan sendiri itu lama-lama menggerogoti jiwanya. Kejadian bertahun-tahun lalu mengikis habis kepercayaan dirinya.
Dia, gadis berjilbab hijau tosca itu masih ceria dan ramah seperti biasa. Keluarganya mencintainya. Terkadang, teman-temannya masih berkirim pesan atau mengeklik postingan media sosialnya. Namun, perasaan sendiri itu masih tetap sama. Hingga Dia memutuskan untuk sejenak berada di negara ini, negara tempat lokasi gunung Eiger berada. Negara yang terkenal dengan keindahan alam pedesaannya.
![]() |
Penampakan gunung Eiger |
Gadis berjilbab hijau tosca itu berhasil meyakinkan keluarganya untuk mengizinkannya pergi. Berpetualang sendiri ke negeri antah berantah. Namun lihatlah, apa yang dilakukan gadis itu sekarang? Dia justru menangis tanpa suara di bangku pinggir danau.
Lelah dengan air matanya, Dia memutuskan untuk beranjak pergi. Ada tempat lain yang harus Dia datangi sebelum sore. Hanya iman di dada yang membuat gadis berjilbab hijau tosca itu masih bertahan. Dia mengusap air matanya, menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Senyum simpul mulai terbit di wajahnya. Dia akan terus melanjutkan hidup. Apapun yang terjadi.
0 comments: