Sejatinya, menulis adalah suatu hal yang mudah dilakukan. Namun, sulit menjadi penulis yang bisa memberi ruh dalam tulisannya. Sekadar merangkai kata, menggoreskan tinta hitam dan menumpahkan perasaan adalah sesuatu yang mudah. Namun, setelah tulisan tersebut jadi, banyak sekali terlihat kekurangannya.
Ada yang tulisannya menarik di awal, tapi membosankan di akhir. Ada yang tulisannya mempunyai ide yang bagus, tapi eksekusinya tidak mengena. Ada yang tulisannya serasa tidak utuh, dan masih banyak lagi kekurangan-kekurangan lainnya.
Setelah saya perhatikan, tidak setiap penulis mampu memberi ruh dalam karyanya. Hanya segelintir penulis yang mampu melakukannya. Katakanlah Tere Liye, penulis novel terkenal yang konsisten menelurkan karya setiap tahun. Habiburrahman El-Shirazy, yang membaca karyanya saja bisa membuat bulu kuduk merinding.
Namun, apakah kita tidak boleh menjadi penulis hanya karena tidak bisa memberikan ruh dalam tulisan? Tentu saja tidak. Bukankah itu gunanya belajar? Bukankah itu gunanya berproses?
Untuk menjadi penulis hebat, kita memang butuh ruh dalam tulisan. Namun, menulis tidak hanya bertujuan untuk menjadi penulis hebat. Seperti yang pernah dikatakan kak Luluk (Luvena Susanto) seorang calon psikolog klinis, menulis dapat dijadikan terapi untuk menyehatkan mental.
Oleh karena itu, mari kita berusaha untuk menjadi penulis yang baik, tidak harus penulis yang hebat. Berawal dari penulis yang baik, akan melahirkan penulis yang hebat. Mari menelurkan karya yang bisa menginspirasi, dan mengajarkan kebaikan pada orang lain. Terlebih, karya yang bisa membuat jiwa penulisnya bahagia.

0 comments: